Pas disamping rumah
gue, slalu rame saat sore hari. Bukan rame karena deket pasar, melainkan rame
karena banyak anak-anak SD yang sedang mengikuti les. Ya, tetangga gue, Pak
Anto, adalah seorang guru SD yang punya “usaha sampingan” membuka bimbel di
rumahnya.
Kejadian ini
beneran terjadi di depan gue, saat itu waktu menunjukkan pukul 12 malam, tapi
gue heran dengan keramaian di samping rumah gue. Karna penasaran gue pun cross check ke TKP. Dan ternyata apa
coba? Mereka adalah sekumpulan orang tua yang daftarin anak mereka untuk kelas
baru di bimbel itu. Seakan gak ada hari esok, tengah malem gini mereka rela
antri?. Kok bisa sampe segitunya daftarin anak buat les? udah kaya antrian zakat
fitrah masjid di hari raya, karna takut gak kebagian tempat akhirnya mereka pada
berebut giliran. Dan benar saja, keesokan harinya gue liat berita di tivi, ada
liputan tentang kejadian semalem.
“Selamat
pagi pemirsa, headline news pagi ini, ricuhnya pendaftaran kelas baru di sebuah
tempat bimbingan belajar di kota Sragen, Jawa Tengah, dilaporkan bahwa puluhan
orang tua calon murid luka-luka karna diserang sekumpulan anak-anak bertopeng
yang menamakan diri mereka FPAYGML (Front Pembela Anak Yang Gak Mau Les), dan
ternyata setelah para pelaku ditangkap & diperiksa oleh pihak yang berwajib,
mereka adalah anak-anak dari para korban itu sendiri”.
Hal lain yang menjadi
concern gue adalah, adegan dimana saat
gue lihat tatapan nanar anak-anak itu pas dianterin berangkat les oleh bapak
ibunya, mereka turun dari mobil atau motor dengan wajah yang sama sekali gak hepi,
seakan mereka adalah KPUBL (korban pemaksaan untuk berangkat les).
“Nak,
belajar yang rajin ya, kalo udah pulang, telpon Bapak, nanti Bapak jemput, kata
si Bapak pada anaknya”.
“Huft
pffft, si Tua ini kok bawel banget sih, gak ngerti banget perasaan anaknya, capek
bego!, jawab Gue refleks di dalam hati”.
Pasti anak itu juga
punya fikiran yang sama kaya’ gue. Seharusnya Kak Seto liatin kejadian ini. Ada
yang tau nomer teleponnya KPAI? Pliss hubungi mereka secepatnya, karna gue gak
punya pulsa. Gue yakin, di dalam hati anak-anak itu pasti menjerit, udah
capek-capek belajar di sekolah dari pagi sampe siang, sepulang sekolah mereka
masih harus dipaksa untuk berangkat les. Yang perlu digarisbawahi adalah,
mereka masih ANAK SD.
Anak-anak umur segitu seharusnya tumbuh berkembang dengan normal, tanpa
merenggut “masa kanak-kanak/masa bermain” mereka.
Waktu gue seusia
mereka (masih SD) gue gak pernah mau disuruh bokap buat pergi les, dipaksa
dengan cara apapun gue tetep gak mau. Karna bagi gue saat itu, hal terpenting
dalam hidup gue adalah, bermain bermain & bermain. Gue masih inget bener,
sepulang sekolah, gue sama temen-temen jalan kaki menyusuri sungai, lalu nyebur
kegirangan, lalu gue tenggelem, gue lupa gue gak bisa berenang. Sehabis mandi
di kali, gue mancing, dapet ikan wader yang lumayan banyak, lalu gue bakar
tanpa bumbu, dan rasanya pahit.
Gue gak yakin gue bisa setegar itu seandainya
gue jadi mereka, mungkin gue lebih milih resign
dari profesi gue sebagai anak SD, lalu gue jadi Bolang di Trans7. Liat noh si
bolang? kayaknya hepi banget ya idupnye? Tiap hari kerjaannya cuma maen rame-rame
sama temennya kaya gak punya beban idup. Karna anak seumuran mereka, masih belum
mikirin utang cicilan motor/mobil/rumah, belum mikirin duit buat kondangan yang
seabrek, maaf curhat dikit. Trus kenapa para ortu harus menambah mereka dengan
beban idup dengan maksa mereka untuk pergi les? Apa para ortu gak takut anaknya
jadi kuper/menjadi terlalu freak
dengan belajar?.
“Nak
besok kan libur kenaikan kelas, kamu pengen liburan kemana?ke kebun binatang/ke
pantai/ke mall?, bokap nanya pada anaknya.
“Gak
usah kemana-mana Pah, aku pengen les aja, aku gak mau ninggalin les, aku cinta
les, aku juga gak bisa hidup tanpa les, hidup les!, jawab si anak menggebu kaya mahasiswa lagi orasi sambil membakar ban di perempatan. Gak heran, sekitar 20 tahun kemudian, si anak menjadi pendiri
PLIP (Partai Les Indonesia Perjuangan).
Ada catatan menarik
yang gue kutip dari (http://www.anakku.net/les-tambahan-perlukah.html)
berikut ini, “Jika orangtua memaksakan kehendaknya sendiri tanpa melibatkan
anak dalam membuat keputusan dan diskusi mengenai les akademik yang perlu
diikuti, umumnya akan menyebabkan perasaan yang kurang nyaman pada anak, tidak
bahagia, tertekan, marah dan mengarah pada pemberontakan (melawan orangtua)”.
Sebegitu buruknya
kah? Disebutkan dalam artikel diatas, dampak dari jika kita memaksa anak kita
untuk mengikuti les, mereka akan tumbuh dengan jiwa pemberontak, awalnya sih baru
dalam skala kecil, memberontak melawan orangtua, tapi gimana kalo lama-lama mereka
melakukan pemberontakan yang massive
dengan memberontak melawan negara?mereka mengkudeta pemerintahan lewat FPAYGML (Front Pembela Anak Yang Gak Mau
Les) yang di awal tadi gue critain. Gue gak bisa bayangin, gimana negara
ini jadinya kalo harus jatuh ke tangan mereka.
“Negara
ini telah kami kuasai, bapak presiden yang saya hormati, kalau anda mau rakyat selamat,
dalam hitungan waktu 2x24 jam, anda harus hapuskan kegiatan les dari bumi
Indonesia, kata si Budi( pimpinan kelompok itu).
Setelah presiden
menuruti tuntutan mereka, tak lama kemudian merekapun mendirikan negara baru
Republik GPL (Gak Pake Les), dan menunjuk si Budi sebagai presiden, ya benar, dia
adalah si Budi, anak yang selama ini kita kenal sebagai sosok anak yang baik
dalam buku pelajaran SD, ternyata dia adalah sosok jahat yang menyamar sebagai
anak yang berbakti orangtua, tekun belajar, pandai, & gemar menabung. Lalu
Budi juga menunjuk kakak perempuannya, Ani, sebagai wakil presidennya. Jadi, presiden
& wakil presiden kita yang baru adalah, Budi & Ani, tentu lo udah pada familiar kan?
![]() |
Budi dan Ani sudah berubah |
Tapi usia negara
baru Republik Gak Pake Les hanya seumur jagung, karena mereka (para pemberontak
FPAYGML) dapat dilumpuhkan oleh perlawanan dari operasi pasukan khusus, yang
dipimpin oleh Jendral Tono, masih inget Tono?pimpinan sekaligus pendiri PLIP (Partai
Les Indonesia Perjuangan), persis, dia adalah si anak yang tadi gue ceritain, yang
dulunya pas masih kecil sangat tergila-gila alias freak dengan kegiatan les. Finally,
Tono berhasil mengalahkan Budi & Ani. Setelah operasi penumpasan
pemberontakan selesai dilaksanakan, maka Indonesia pun kembali mencabut
peraturan tentang pelarangan les. Dan benar saja, Bu Ida, tetangga gue yang
lain, seorang guru TK & Paud, kemarin baru aja buka bimbingan belajar les tambahan di sore hari untuk
anak-anak balita murid TK & Paud di rumahnya. Sekian.
No comments:
Post a Comment