Tim berjuluk "The
Foxes" ini udah ngangkat tinggi-tinggi tofi Premier League musim ini. Gak main-main,
Liga Primer Inggris guys! liga yang katanya paling kompetitif di dunia. Dalam
kurun waktu 10 tahun terakhir, liga ini slalu aja dikuasai oleh klub-klub
super, artinya level kekuatan klub itu ditentukan oleh kekayaan mereka masing-masing.
Raja minyak dari Rusia, raja-raja dari timur tengah, bos-bos dari Asia semua
pada berbondong-bondong mengakuisisi klub-klub di Liga Primer Inggris.
Pemain-pemain bintang pun banyak yang diborong klub-klub kaya itu. Tapi
semuanya itu gak berlaku bagi sebuah tim bernama Leicester City. Leicester
City F.C. adalah
sebuah tim sepak bola Inggris berbasis di Leicester. Tim ini didirikan tahun
1884. Klub ini memainkan pertandingan kandangnya di Stadion King Power yang
berkapasitas 32.000 penonton.
Memulai musim ini
sebagai tim dengan skuat yang “murah” di ajang Liga Primer Inggris, Leicester
City mampu membuat kejutan dengan memuncaki klasemen pekan demi pekan. Prestasi
Leicester memuncaki klasemen Liga Primer terbilang sangat impresif. Pasalnya,
satu tahun lalu, klub yang bermarkas di Stadion King Power tersebut hampir selalu
berada di dasar klasemen, dan bisa “selamat” dari jurang degradasi.
Memasuki musim
2015/2016, manajer Claudio Ranieri juga tidak dibebankan target yang
muluk-muluk. Pelatih asal Italia itu hanya ditargetkan Leicester terhindar dari
degradasi. Terlebih Leicester tidak memiliki skuat yang bisa bersaing di papan
atas. Ranieri hanya
memiliki skuat dengan harga senilai 72 juta euro. Yuk kita compare aja, gue ambil contoh, pemain termahal ManCity adalah Kevin
de Bruyne, do’i diboyong dari VfL Wolfsburg dengan mahar 77 juta euro. Jadi
harga seorang De Bruyne lebih mahal dari seluruh skuad Leicester saat ini.
Dan ternyata,
Leicester City musim ini berhasil mengalahkan hegemoni itu. Gak ada yang
mustahil untuk bisa ngalahin klub-klub “kaya” papan atas berbekal perekrutan
pemain yang cerdas, manajemen yang cerdik, dan tentu aja kepedean tingkat
tinggi yang menghasilkan sebuah tim yang “gahar” di lapangan. Hal yang membuat mereka memenangi liga adalah sesuatu yang klasik. Defend yang
solid ciri khas italia. Tapi juga punya striker yang cepat. Susunan pemain tim
inti yang konsisten alias itu-itu aja. Dengan formasi yang klasik pula (4-4-2).
Sepintas, kita paling cuma bisa ngemehin “keberhasilan” mereka, halah cuma faktor
luck doang!, tapi buktinya?medali
emas udah dikalungin ke seluruh skuad Leicester City cuy. Case closed.
Leicester City gak punya pemain-pemain bintang berkelas seperti
tim-tim papan atas lainnya di Liga Primer Inggris. Tapi, mereka dengan jeli ngambil
keuntungan dari “memble”-nya kekuatan tim-tim papan atas dan bahkan disaat persaingan
kembali ketat menjelang akhir musim alias semua tim punya peluang relatif sama
untuk meraih poin, mereka masih bisa manfaatin momen “langka” itu, dan melesat
bertengger dengan nyamannya di puncak klasemen di tengah pergeseran peta
kekuatan perburuan gelar juara.
Di era premier league beberapa tahun terakhir, ada beberapa tim yang kerapkali dicap sebagai The Big Four. Manchester United, tim yang paling komersil di Inggris, masih labil dan gagal move on sepeninggal Sir Alex Ferguson, bahkan pelatih sekelas Louis Van Gaal pun gak bisa ngangkat mental juara MU. Lalu ada Chelsea, sang juara bertahan, telah menjadi “korban” dari Jose Mourinho. Manchester City, meskipun kekayaan mereka gak masuk akal alias koaya raya, sepertinya blunder karna di pertengahan musim ngumumin pergantian pelatih buat musim depan dari Pelegrini ke Pep Guardiola, yang membuat skuad tim biru langit ini jadi ikut-ikutan labil. Liverpool adalah sebuah klub yang belum bisa keluar dari trauma ‘The Slip’ yang membuat mereka kehilangan gelar beberapa musim lalu. Arsenal? Yah, Arsenal tetaplah Arsenal. If you know what I mean. Hehe. Justru tim sekota london, Tottenham Hotspur musim ini menjadi tim “kembaran” Leicester City, karna bermodalkan skuad yang masih muda-muda, bisa jadi pesaing utamanya Leicester City tapi dengan bodohnya di dua pertandingan terakhir malah ikut-ikutan keok juga, dan harus merelakan posisi runner up mereka untuk Arsenal. Shame on you, Tottenham.
Kesuksesan Leicester
City menjuarai Liga Primer Inggris musim ini berkat andil dari nama-nama
berikut ini :
1. Claudio Ranieri
Inilah kunci terpenting dari kesuksesan
Leicester City. Pengalaman pelatih berjuluk “The
Thinkerman” yang pernah melatih beberapa tim besar seperti Napoli,
Fiorentina, Chelsea, Valencia, Juventus, AS Roma dan Inter Milan membawa
Ranieri ke level terbaiknya sepanjang karirnya saat ini.
Namun sebelum berjaya, Ranieri
bagaikan seorang pecundang karena sangat akrab dengan surat pemecatan. Julukan “Mr.Runner Up” juga sempat disematkan
untuknya. Tapi nampaknya di balik itu, ia mampu belajar dari pengalaman yang
dulunya pahit dikonversi menjadi sebuah racikan strategi yang mematikan dan terbukti
ampuh bisa bikin Leicester juara Liga Premier Inggris.
Jika dibandingikan dengan semua
pemain Leicester, success story dari
Jamie Vardy mungkin jadi kisah yang paling fenomenal dan sangat menginspirasi.
Sebelum ngehits seperti sekarang ini, Vardy hanyalah pemain amatir yang
memiliki profesi sampingan sebagai buruh pabrik.Ya, Vardy itu mas-mas buruh
pabrik yang kebetulan hobinya maen bola di lapangan pabrik yang tandus &
gundul rumputnya.Wkwkwk.
Di awal kariernya, Vardy sama sekali
gak terlihat punya bakat istimewa. Ia cuma memperkuat tim kecil dan dari
penampilannya, Vardy mendapat bayaran 30 pounds atau setara Rp 600 ribu.
Gaji yang bahkan lebih rendah dari UMR buruh pabrik di Indonesia. Hehe.
Tapi lain dulu lain sekarang, sosok
Vardy kini cukup disegani & ditakuti bek-bek tim lawan. Soal urusan nge-golin,
Vardy mampu ngalahin beberapa nama striker papan atas seperti Wayne Rooney
(WORLD CLASS STRIKER-nya MU), Sergio Aguero (Maradona-nya ManCity), Daniel
Sturridge (anak buangan Chelsea yg justru main bagus di Liverpool), Diego Costa
(penyerang The Blues Chelsea yang musim ini gak seganas musim lalu), dan Harry
Kane (Striker muda dari Tottenham).
Tiga tahun lalu Mahrez bukanlah
siapa-siapa. Ia cuma maen di divisi dua Ligue 1 Prancis. Namun kini sosoknya menjelma
menjadi sebagai pemain terbaik di kompetisi sebesar Liga Premier Inggris. Gelar
tersebut pantas disandangnya sebab Mahrez berperan penting dalam rentetan
kemenangan Leicester. Dalam 35 pertandingan, Mahrez bisa nyetak 17 gol. Dirinya
juga banyak memberikan assist dan kini bakatnya ia direbutin sama klub-klub
raksasa Eropa seperti Arsenal, Manchester City, Real Madrid serta Paris Saint
Germain.
4.N'Golo Kante
Pelatih Leicester, Claudio Ranieri
sangat jeli dalam bursa transfer pemain di musim panas tahun lalu. Saat itu ia
merekrut N'Golo Kante yang kariernya terbilang biasa-biasa aja di klub Ligue 1
Prancis, Caen.
Namun di musim pertamanya dengan Leicester, Kante
berubah jadi pemain serba bisa yang sangat berkualitas. Aksinya di lini tengah
begitu menawan hingga akhirnya ia dilirik klub raksasa seperti Arsenal dan
Manchester United. Pemain berusia 25 tahun ini bahkan dipercaya memperkuat
Timnas Prancis pada dua laga uji coba, Maret 2016 lalu.
5. Danny Drinkwater
Pepatah buah jatuh gak bakalan jauh
dari pohonnya dirasa sangat tepat buat Kasper Schmeichel. Kalo dulu sang ayah
(Peter Schmeichel) berhasil ngrasain gelar juara Liga Pimer Inggris bersama
Manchester United, kali ini dia berhasil mengikuti jejak sang ayah tapi bersama
klub yang beda, Leicester City. Klub yang jauh lebih “semenjana” jika
dibandingkan klub sang ayah meraih juara dulu. Itulah mengapa gue merasa Kasper
lebih hebat dari sang ayah.
5. Danny Drinkwater
Siapa
yang nyangka kalo gelandang Leicester yang begitu tangguh ini adalah “anak
buangan” dari klub sebesar Manchester United. Meski dia dibesarin di akademi
MU, ternyata dia gak bisa bersinar & gak pernah bisa promosi ke tim utama. Bahkan ngenesnya, ia
sempat beberapa kali “diobral murah” dengan dipinjamkan ke sejumlah klub kecil
Inggris. Nasibnya mulai membaik setelah Leicester menampungnya di musim
2011/2012.
Sejak
awal kedatangannya, Drinkwater gak pernah tergantikan. Kemampuannya makin
matang dan dia berhasil membuktikan itu di musim 2015/2016. Pemain 26 tahun ini
menjelma jadi gelandang tangguh dengan membawa Leicester menjuarai Liga Primer
Inggris. Dan berkat penampilannya yang impresif,d ia berpeluang memperkuat
Timnas Inggris di Euro 2016.
6. Roberth Huth
Defender berpostur
jangkung yang berpaspor Jerman ini dulunya pernah maen di Chelsea dari tahun
2002-2006. Tapi karna kelamaan menghuni bangku cadangan, karirnya pun meredup.
Setelah itu Huth mencoba peruntungannya di Middlesbrough dan juga Stoke City.
Pelan tapi pasti karirnya pun mulai bersinar lagi. Dan pada akhirnya dia
ngambil keputusan yang tepat untuk pindah ke Leicester di musim 2014/2015 dan
sejak saat itu, perannya gak tergantikan. Bersama Wes Morgan, keduanya jadi
benteng kokoh di lini pertahanan The Foxes. Bahkan tak jarang ia bisa memecah
kebuntuan dengan menciptakan gol penentu kemenangan.
Pemain yang punya body gempal ini punya
peranan penting di lini pertahanan Leicester. Meski usianya udah gak muda lagi
sebagai seorang defender (32 tahun), Morgan dikenal sangat tangguh dan gak
gampang dilewati oleh pemain-pemain yang usianya jauh lebih muda.
Bisa
dibilang, Leicester City bisa juara karna andil besar darinya, coba ingat
pertandingan versus Manchester United 1 Mei yang lalu. Ia berhasil mengandaskan
kemenangan MU dengan mencetak sebiji gol yang membuat Leicester makin menjauh
dari pesaing utamanya (Tottenham Hotspur).
8. Kasper Schmeichel

Di awal karirnya, Kasper kerap dipandang sebelah mata.
Ini gue juga heran, mengapa skuad tim Leicester City ini dihuni para pemain “buangan”
yang mendadak jadi hebat semua ya?. From zero to hero semua. Dulunya, Kasper kalah bersaing dengan Joe Hart
di Manchester City, sehingga ia harus angkat koper dari Man City, lalu
berkelana ke klub-klub semenjana seperti Notts County & Leeds United dan
akhirnya mendarat di Leicester pada musim 2011/2012. Musim ini, ia tak
tergantikan di skuat utama The Foxes. Dari 36 pertandingan di Liga Premier
Inggris, kiper 29 tahun tersebut hanya kebobolan 34 gol.