Saturday, May 28, 2016

Leicester City FC (From Zero To Hero)



Tim berjuluk "The Foxes" ini udah ngangkat tinggi-tinggi tofi Premier League musim ini. Gak main-main, Liga Primer Inggris guys! liga yang katanya paling kompetitif di dunia. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, liga ini slalu aja dikuasai oleh klub-klub super, artinya level kekuatan klub itu ditentukan oleh kekayaan mereka masing-masing. Raja minyak dari Rusia, raja-raja dari timur tengah, bos-bos dari Asia semua pada berbondong-bondong mengakuisisi klub-klub di Liga Primer Inggris. Pemain-pemain bintang pun banyak yang diborong klub-klub kaya itu. Tapi semuanya itu gak berlaku bagi sebuah tim bernama Leicester City. Leicester City F.C. adalah sebuah tim sepak bola Inggris berbasis di Leicester. Tim ini didirikan tahun 1884. Klub ini memainkan pertandingan kandangnya di Stadion King Power yang berkapasitas 32.000 penonton.

Memulai musim ini sebagai tim dengan skuat yang “murah” di ajang Liga Primer Inggris, Leicester City mampu membuat kejutan dengan memuncaki klasemen pekan demi pekan. Prestasi Leicester memuncaki klasemen Liga Primer terbilang sangat impresif. Pasalnya, satu tahun lalu, klub yang bermarkas di Stadion King Power tersebut hampir selalu berada di dasar klasemen, dan bisa “selamat” dari jurang degradasi.

Memasuki musim 2015/2016, manajer Claudio Ranieri juga tidak dibebankan target yang muluk-muluk. Pelatih asal Italia itu hanya ditargetkan Leicester terhindar dari degradasi. Terlebih Leicester tidak memiliki skuat yang bisa bersaing di papan atas. Ranieri hanya memiliki skuat dengan harga senilai 72 juta euro. Yuk kita compare aja, gue ambil contoh, pemain termahal ManCity adalah Kevin de Bruyne, do’i diboyong dari VfL Wolfsburg dengan mahar 77 juta euro. Jadi harga seorang De Bruyne lebih mahal dari seluruh skuad Leicester saat ini.

Dan ternyata, Leicester City musim ini berhasil mengalahkan hegemoni itu. Gak ada yang mustahil untuk bisa ngalahin klub-klub “kaya” papan atas berbekal perekrutan pemain yang cerdas, manajemen yang cerdik, dan tentu aja kepedean tingkat tinggi yang menghasilkan sebuah tim yang “gahar” di lapangan. Hal yang membuat mereka memenangi liga adalah sesuatu yang klasik. Defend yang solid ciri khas italia. Tapi juga punya striker yang cepat. Susunan pemain tim inti yang konsisten alias itu-itu aja. Dengan formasi yang klasik pula (4-4-2). Sepintas, kita paling cuma bisa ngemehin “keberhasilan” mereka, halah cuma faktor luck doang!, tapi buktinya?medali emas udah dikalungin ke seluruh skuad Leicester City cuy. Case closed.

Leicester City  gak punya pemain-pemain bintang berkelas seperti tim-tim papan atas lainnya di Liga Primer Inggris. Tapi, mereka dengan jeli ngambil keuntungan dari “memble”-nya kekuatan tim-tim papan atas dan bahkan disaat persaingan kembali ketat menjelang akhir musim alias semua tim punya peluang relatif sama untuk meraih poin, mereka masih bisa manfaatin momen “langka” itu, dan melesat bertengger dengan nyamannya di puncak klasemen di tengah pergeseran peta kekuatan perburuan gelar juara.

Di era premier league beberapa tahun terakhir, ada beberapa tim yang kerapkali dicap sebagai The Big Four. Manchester United, tim yang paling komersil di Inggris, masih labil dan gagal move on sepeninggal  Sir Alex Ferguson, bahkan pelatih sekelas Louis Van Gaal pun gak bisa ngangkat mental juara MU. Lalu ada Chelsea, sang juara bertahan, telah menjadi “korban” dari Jose Mourinho. Manchester City, meskipun kekayaan mereka gak masuk akal alias koaya raya, sepertinya blunder karna di pertengahan musim ngumumin pergantian pelatih buat musim depan dari Pelegrini ke Pep Guardiola, yang membuat skuad tim biru langit ini jadi ikut-ikutan labil. Liverpool adalah sebuah klub yang belum bisa keluar dari trauma ‘The Slip’ yang membuat mereka kehilangan gelar beberapa musim lalu. Arsenal? Yah, Arsenal tetaplah Arsenal. If you know what I mean. Hehe. Justru tim sekota london, Tottenham Hotspur musim ini menjadi tim “kembaran” Leicester City, karna bermodalkan skuad yang masih muda-muda, bisa jadi pesaing utamanya Leicester City tapi dengan bodohnya di dua pertandingan terakhir malah ikut-ikutan keok juga, dan harus merelakan posisi runner up mereka untuk Arsenal. Shame on you, Tottenham.

Kesuksesan Leicester City menjuarai Liga Primer Inggris musim ini berkat andil dari nama-nama berikut ini :


      1. Claudio Ranieri
Inilah kunci terpenting dari kesuksesan Leicester City. Pengalaman pelatih berjuluk “The Thinkerman” yang pernah melatih beberapa tim besar seperti Napoli, Fiorentina, Chelsea, Valencia, Juventus, AS Roma dan Inter Milan membawa Ranieri ke level terbaiknya sepanjang karirnya saat ini.
Namun sebelum berjaya, Ranieri bagaikan seorang pecundang karena sangat akrab dengan surat pemecatan. Julukan “Mr.Runner Up” juga sempat disematkan untuknya. Tapi nampaknya di balik itu, ia mampu belajar dari pengalaman yang dulunya pahit dikonversi menjadi sebuah racikan strategi yang mematikan dan terbukti ampuh bisa bikin Leicester juara Liga Premier Inggris.

2. Jamie Vardy
Jika dibandingikan dengan semua pemain Leicester, success story dari Jamie Vardy mungkin jadi kisah yang paling fenomenal dan sangat menginspirasi. Sebelum ngehits seperti sekarang ini, Vardy hanyalah pemain amatir yang memiliki profesi sampingan sebagai buruh pabrik.Ya, Vardy itu mas-mas buruh pabrik yang kebetulan hobinya maen bola di lapangan pabrik yang tandus & gundul rumputnya.Wkwkwk.

Di awal kariernya, Vardy sama sekali gak terlihat punya bakat istimewa. Ia cuma memperkuat tim kecil dan dari penampilannya, Vardy mendapat bayaran 30 pounds atau setara Rp 600 ribu. Gaji yang bahkan lebih rendah dari UMR buruh pabrik di Indonesia. Hehe.

Tapi lain dulu lain sekarang, sosok Vardy kini cukup disegani & ditakuti bek-bek tim lawan. Soal urusan nge-golin, Vardy mampu ngalahin beberapa nama striker papan atas seperti Wayne Rooney (WORLD CLASS STRIKER-nya MU), Sergio Aguero (Maradona-nya ManCity), Daniel Sturridge (anak buangan Chelsea yg justru main bagus di Liverpool), Diego Costa (penyerang The Blues Chelsea yang musim ini gak seganas musim lalu), dan Harry Kane (Striker muda dari Tottenham). 

3. Riyadh Mahrez
Tiga tahun lalu Mahrez bukanlah siapa-siapa. Ia cuma maen di divisi dua Ligue 1 Prancis. Namun kini sosoknya menjelma menjadi sebagai pemain terbaik di kompetisi sebesar Liga Premier Inggris. Gelar tersebut pantas disandangnya sebab Mahrez berperan penting dalam rentetan kemenangan Leicester. Dalam 35 pertandingan, Mahrez bisa nyetak 17 gol. Dirinya juga banyak memberikan assist dan kini bakatnya ia direbutin sama klub-klub raksasa Eropa seperti Arsenal, Manchester City, Real Madrid serta Paris Saint Germain.
  
4.N'Golo Kante
Pelatih Leicester, Claudio Ranieri sangat jeli dalam bursa transfer pemain di musim panas tahun lalu. Saat itu ia merekrut N'Golo Kante yang kariernya terbilang biasa-biasa aja di klub Ligue 1 Prancis, Caen.
Namun di musim pertamanya dengan Leicester, Kante berubah jadi pemain serba bisa yang sangat berkualitas. Aksinya di lini tengah begitu menawan hingga akhirnya ia dilirik klub raksasa seperti Arsenal dan Manchester United. Pemain berusia 25 tahun ini bahkan dipercaya memperkuat Timnas Prancis pada dua laga uji coba, Maret 2016 lalu.

5. Danny Drinkwater

Siapa yang nyangka kalo gelandang Leicester yang begitu tangguh ini adalah “anak buangan” dari klub sebesar Manchester United. Meski dia dibesarin di akademi MU, ternyata dia gak bisa bersinar & gak pernah bisa  promosi ke tim utama. Bahkan ngenesnya, ia sempat beberapa kali “diobral murah” dengan dipinjamkan ke sejumlah klub kecil Inggris. Nasibnya mulai membaik setelah Leicester menampungnya di musim 2011/2012.
Sejak awal kedatangannya, Drinkwater gak pernah tergantikan. Kemampuannya makin matang dan dia berhasil membuktikan itu di musim 2015/2016. Pemain 26 tahun ini menjelma jadi gelandang tangguh dengan membawa Leicester menjuarai Liga Primer Inggris. Dan berkat penampilannya yang impresif,d ia berpeluang memperkuat Timnas Inggris di Euro 2016.

6. Roberth Huth
Defender berpostur jangkung yang berpaspor Jerman ini dulunya pernah maen di Chelsea dari tahun 2002-2006. Tapi karna kelamaan menghuni bangku cadangan, karirnya pun meredup. Setelah itu Huth mencoba peruntungannya di Middlesbrough dan juga Stoke City. Pelan tapi pasti karirnya pun mulai bersinar lagi. Dan pada akhirnya dia ngambil keputusan yang tepat untuk pindah ke Leicester di musim 2014/2015 dan sejak saat itu, perannya gak tergantikan. Bersama Wes Morgan, keduanya jadi benteng kokoh di lini pertahanan The Foxes. Bahkan tak jarang ia bisa memecah kebuntuan dengan menciptakan gol penentu kemenangan.

 7. Wes Morgan
Pemain yang punya body gempal ini punya peranan penting di lini pertahanan Leicester. Meski usianya udah gak muda lagi sebagai seorang defender (32 tahun), Morgan dikenal sangat tangguh dan gak gampang dilewati oleh pemain-pemain yang usianya jauh lebih muda.
      Bisa dibilang, Leicester City bisa juara karna andil besar darinya, coba ingat pertandingan versus Manchester United 1 Mei yang lalu. Ia berhasil mengandaskan kemenangan MU dengan mencetak sebiji gol yang membuat Leicester makin menjauh dari pesaing utamanya (Tottenham Hotspur).
       
      8. Kasper Schmeichel
Pepatah buah jatuh gak bakalan jauh dari pohonnya dirasa sangat tepat buat Kasper Schmeichel. Kalo dulu sang ayah (Peter Schmeichel) berhasil ngrasain gelar juara Liga Pimer Inggris bersama Manchester United, kali ini dia berhasil mengikuti jejak sang ayah tapi bersama klub yang beda, Leicester City. Klub yang jauh lebih “semenjana” jika dibandingkan klub sang ayah meraih juara dulu. Itulah mengapa gue merasa Kasper lebih hebat dari sang ayah.
Di awal karirnya, Kasper kerap dipandang sebelah mata. Ini gue juga heran, mengapa skuad tim Leicester City ini dihuni para pemain “buangan” yang mendadak jadi hebat semua ya?. From zero to hero semua. Dulunya, Kasper kalah bersaing dengan Joe Hart di Manchester City, sehingga ia harus angkat koper dari Man City, lalu berkelana ke klub-klub semenjana seperti Notts County & Leeds United dan akhirnya mendarat di Leicester pada musim 2011/2012. Musim ini, ia tak tergantikan di skuat utama The Foxes. Dari 36 pertandingan di Liga Premier Inggris, kiper 29 tahun tersebut hanya kebobolan 34 gol.